Startupku – Industri startup di Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan pesat. Berbagai perusahaan rintisan hadir dengan beragam inovasi, mengubah cara masyarakat bertransaksi, berkomunikasi, hingga menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, di balik gemerlap dunia startup dan kisah-kisah sukses yang sering kita dengar, ada juga sejumlah startup besar yang harus berhenti di tengah jalan. Beberapa dari mereka pernah terkenal, namun akhirnya harus gulung tikar dan tinggal nama.
Artikel ini mengulas perjalanan sejumlah startup terkenal di Indonesia yang harus tutup, alasan di balik kegagalan mereka, serta pelajaran yang bisa diambil dari kasus-kasus tersebut. Simak selengkapnya untuk memahami tantangan yang dihadapi startup lokal dan mengapa tak semua startup mampu bertahan.
1. MatahariMall.com: Ambisi Besar yang Terkendala Eksekusi
MatahariMall.com diluncurkan pada 2015 oleh Lippo Group dengan ambisi besar untuk menjadi “Alibaba-nya Indonesia.” Saat pertama kali hadir, startup ini memiliki potensi besar karena didukung oleh perusahaan konglomerat yang kuat secara finansial. Namun, setelah tiga tahun berjalan, pada 2018, MatahariMall.com akhirnya harus menghentikan operasionalnya.
Salah satu alasan utama di balik penutupan MatahariMall.com adalah persaingan yang ketat dengan platform e-commerce lainnya, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee, yang sudah lebih dulu mendominasi pasar. Meskipun memiliki nama besar di belakangnya, MatahariMall.com kesulitan untuk menarik konsumen dan memperluas pangsa pasar. Kurangnya daya tarik dan strategi pemasaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar menjadi faktor lain yang mempercepat penutupan startup ini.
2. Qlapa: Marketplace untuk Produk Lokal yang Gagal Bertahan
Qlapa adalah startup e-commerce yang berfokus pada produk kerajinan tangan dan barang lokal buatan tangan. Didirikan pada 2015, Qlapa membawa visi untuk mendukung pengrajin lokal agar bisa lebih dikenal di pasar domestik dan internasional. Pada awalnya, Qlapa mendapat sambutan positif dari pengguna dan pelaku industri kreatif karena menjadi platform yang mendukung produk-produk buatan lokal berkualitas.
Namun, pada awal 2019, Qlapa mengumumkan bahwa mereka menutup layanannya. Meski belum ada penjelasan resmi, beberapa sumber menyebut bahwa Qlapa menghadapi kesulitan dalam mencari pendanaan tambahan untuk mengembangkan bisnisnya. Selain itu, tantangan dalam menjangkau pasar yang lebih luas juga menjadi salah satu alasan utama. Pasar e-commerce di Indonesia lebih dominan oleh platform yang menjual produk massal dan umum, membuat Qlapa sulit bersaing dan mempertahankan posisinya sebagai marketplace khusus.
3. Sorabel: Perubahan Nama yang Tak Mampu Menyelamatkan Bisnis
Sorabel, sebelumnya dikenal dengan nama Sale Stock, adalah startup e-commerce fashion yang pernah booming di Indonesia. Sale Stock dikenal dengan konsep belanja yang unik dan menawarkan produk fashion terjangkau. Namun, pada 2019, Sale Stock melakukan rebranding menjadi Sorabel dengan harapan memperluas pasar dan menarik konsumen baru. Sayangnya, langkah ini tak mampu menyelamatkan perusahaan dari penurunan minat konsumen.
Pada Juli 2020, Sorabel mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan operasionalnya secara permanen. Penyebab utama kegagalan Sorabel adalah ketatnya persaingan di industri e-commerce fashion dan kesulitan dalam mempertahankan loyalitas konsumen. Selain itu, pandemi COVID-19 yang terjadi pada 2020 memperburuk situasi, membuat perusahaan kesulitan dalam operasional serta memenuhi permintaan konsumen. Meski pernah menjadi startup fashion populer, Sorabel akhirnya hanya tinggal nama.
4. HelloBill: Tantangan di Segmen POS yang Sulit Ditebak
HelloBill adalah startup penyedia layanan point-of-sale (POS) yang menyediakan solusi untuk bisnis retail dan restoran. HelloBill menawarkan sistem kasir yang terintegrasi, memudahkan para pemilik bisnis untuk mengelola transaksi, inventaris, dan analisis data. Pada awalnya, HelloBill mendapat perhatian dari bisnis kecil hingga menengah karena mampu membantu mereka yang ingin beralih dari sistem kasir tradisional ke sistem digital.
Namun, pada 2020, HelloBill harus menutup layanannya. Penutupan ini diperkirakan disebabkan oleh sulitnya mempertahankan pangsa pasar dalam segmen POS yang cukup niche, serta kesulitan dalam bersaing dengan pemain lain yang lebih besar dan memiliki fitur lebih lengkap. Selain itu, biaya operasional yang tinggi membuat HelloBill kesulitan menjaga profitabilitas. Ini menjadi bukti bahwa inovasi dalam teknologi kasir pun membutuhkan strategi kuat agar bisa bertahan di pasar.
5. Hooq: Ketika Platform Streaming Harus Menyerah
Hooq adalah layanan streaming video yang pernah meramaikan industri digital di Indonesia dan Asia Tenggara. Diluncurkan oleh Singtel, Sony Pictures, dan Warner Bros, Hooq berusaha menjadi salah satu platform streaming terbesar di Asia. Di Indonesia, Hooq sempat populer dan menawarkan berbagai konten lokal dan internasional yang disukai pengguna. Namun, pada 2020, Hooq mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan operasinya.
Kegagalan Hooq dikarenakan persaingan ketat dari platform streaming lainnya, seperti Netflix, Disney+, dan Vidio, yang menawarkan konten lebih variatif dan eksklusif. Selain itu, pandemi COVID-19 memperparah kondisi perusahaan karena menurunkan daya beli konsumen terhadap layanan berlangganan. Hooq menjadi contoh bahwa meskipun memiliki dukungan finansial dari perusahaan besar, persaingan yang kuat dapat mempersulit keberlangsungan startup.
Pelajaran yang Dapat Diambil dari Startup RI yang Gulung Tikar
Penutupan beberapa startup terkenal ini memberikan pelajaran berharga bagi para pelaku startup dan pengusaha yang ingin memasuki pasar Indonesia. Berikut adalah beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kasus-kasus di atas:
- Pentingnya Pemahaman Pasar: Pasar Indonesia memiliki karakteristik tersendiri, dengan preferensi konsumen yang berubah-ubah. Memahami kebutuhan konsumen dan menyesuaikan strategi bisnis dengan tren pasar menjadi kunci agar bisa bersaing dan bertahan.
- Dukungan Pendanaan yang Stabil: Banyak startup yang harus tutup karena gagal mendapatkan pendanaan tambahan. Bagi startup yang ingin berkembang, mencari pendanaan jangka panjang dan menjaga cash flow adalah hal yang sangat penting.
- Adaptasi Terhadap Persaingan: Industri digital di Indonesia sangat kompetitif. Bagi startup yang ingin tetap bertahan, inovasi dan adaptasi terhadap tren dan pesaing adalah hal wajib.
- Manajemen Risiko yang Baik: Beberapa startup terpaksa tutup karena tidak mampu mengatasi kondisi darurat, seperti pandemi. Manajemen risiko yang kuat diperlukan agar bisnis tetap stabil meskipun dalam situasi krisis.
Kesimpulan
Banyak startup yang berani menghadirkan inovasi baru untuk menjawab kebutuhan masyarakat, tetapi tidak semuanya berhasil bertahan. Dari kisah beberapa startup besar yang gulung tikar, kita dapat melihat bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada pendanaan atau inovasi, tetapi juga pada pemahaman pasar, adaptasi terhadap persaingan, dan kemampuan manajemen risiko. Meskipun mereka kini tinggal nama, kisah mereka memberikan pelajaran berharga bagi para pelaku bisnis yang bercita-cita untuk terus maju di pasar Indonesia.
Di era yang semakin digital ini, semoga semakin banyak startup yang belajar dari kasus-kasus di atas dan mampu menghadirkan inovasi yang tidak hanya menarik, tetapi juga memiliki keberlanjutan di jangka panjang.